Friday, June 3, 2011

Aku LULUS Smp

Ya allah, nem ku bisa ga yah masuk SMA 9 . Terserah deh mau masuk SMA mana! Yg penting aku negeri. Padahal, aku pengen bgt banggain ortu ku. Aku belum pernah yg namanya membanggakan kedua ortu ku. Yaallah..

Aku bingung gimana. Satu2 nya harapanku tuh bener2 hanya SMA 9. SMA 2 sih engga terlalu pengen. Dg nilai nem ku yg gini, mana mungkin masuk SMA 2. Beuh! Adaada aja gue ini. Gatau deh. Hanya keajaiban dari-MU agar aku bs diterima di SMA 9 BEKASI. Amiin

Monday, May 30, 2011

part 4 IDOLA KU

“kak selena bangun! Udah maghrib!” teriak adik laki-laki selena yang bernama rocky. Kedengarannya memang nama yang aneh. Ayah selena dulu sangat menyukai musik rock. Dan dia ingin, memiliki anak laki-laki yang bernama sama dengan aliran musik kesukaannya, yaitu rock. Karena mamah selena tidak menyetujui anak laki-lakinya dinamakan rock saja, akhirnya ditambah dengan huruf y menjadi rocky. Dan lebih anehnya, adik laki-laki selena itu, malah tidak suka denger musik rock. Maklum saja, anak kelas 4 sekolah dasar memang belum mengerti apa musik rock itu. Mendengar suara adiknya yang berteriak keras dengan mengetuk-ngetuk pintu kamarnya, selena terbangun dan melihat jam weker yang ada dimeja samping kiri tempat tidurnya.
“iaa! Iaa! Nggak usah teriak-teriak dong dek. Kakak juga udah bangun nih!” sahutnya sambil berdiri tegak dan berjalan menuju kamar mandi yang terletak didalam kamarnya. Ia pun mengambil wudhu untuk melaksanakan shalat maghrib. Setelah melaksanakan shalat, ia mengambil buku pelajarannya dan dibawanya kemeja belajar. Selena akhir-akhir ini memang lagi semangat belajar. Dia ingin lulus SMP dengan nilai-nilai terbaik dan bisa membanggakan orangtuanya. Dan dia juga ingin membuktikan kepada orang-orang disekitarnya, yang sering bilang bahwa kalau sering menonton bola pada malam hari, belajarnya akan terganggu. Apalagi banyak kasus yang seperti itu terjadi. Tapi selena ingin membantahkan semua itu. Dan akan membuktikan bahwa, walaupun ia sering menonton bola, belajarnya tidak akan terganggu. Dia akan menyeimbangkan itu semua. Begitulah tekat yang ada pada dirinya saat ini. Dan satu kata yang pantas buatnya. TOP.
“pertandingan arsenal jam 11.00 yah? Hem, sekarang baru jam 18.30. yaudah, belajarnya sampai jam 10.00 an aja deh.” Ucapnya dengan satu tarikan napas. Selena terlihat sangat serius dalam belajar. Dia memang sangat niat sekali. Dia turun kebawah menggunakan tangga untuk makan malam bersama papah, mamah dan adiknya. Selena anak pertama dan hanya memiliki satu adik yaitu rocky.
“selena, kata adikmu kamu akan menonton sepakbola di televisi yah nanti malam? Janganlah nak. Kamu sudah kelas 9.” Ucap papah selena ketika selena turun dari tangga. Ucapan papahnya membuat wajah selena yang tadinya semangat dan ceria berubah menjadi kecemberutan.
Selena pun berkata, “Kenapa sih kalian ga percaya sama aku? Walaupun aku suka nonton, tapi aku nggak lupa dengan kewajiban-kewajiban aku pah, mah.” Kedua orangtua selena saling pandang dan kompak menggelengkan kepala mereka.
Mamah selena tersenyum dan berkata, “anak kita sudah besar yah pah.” Mendengar ucapan mamahnya, selena sedikit menahan senyum. Dia tahu, sebenarnya nasehat-nasehat kedua orangtuanya memang untuk kebaikan dirinya. Tetapi, dia pun lebih tahu bagaimana dirinya. Hanya kepercayaan saja dari kedua orangtuanya agar dia bisa menyeimbangan kewajiban-kewajibannya. Selena juga tahu dia sudah kelas 9, tapi diselah-selah kesibukannya, dia juga perlu refreshing. Dan refreshing nya adalah, yah menonton sepakbola atau pertandingan bulutangkis. Karena dia juga menyukai olahraga bulutangkis. Apalagi, dia juga suka dengan atlet-atlet tim nasional indonesia, terutama greysia polii. Atlet ganda perempuan. Dia ingin sekali bertemu dengan idola-idolanya. Sebenarnya idola-idolanya sangat banyak. Dia mengidolakan penyanyi-penyanyi luar negeri, seperti avril lavigne, dan taylor swift. Adapula idolanya dari ajang-ajang pencarian bakat indonesia, seperti jack hanafie, mario stevano, mytha lestari, inka moirindra dan masih banyak lagi. Balik ke topik utama. Selena pun sangat pintar membagi waktu, antara kewajiban-kewajibannya dengan hal-hal mengenai hobby dan kesenangannya. Terutama beribadah kepada tuhannya.
Selena pun segera duduk di kursi meja makan. Dan mamah dan papahnya tak henti-henti nya berbicara seperti tadi.

part 3 IDOLA KU

Sesampainya dirumah, selena segera menaiki tangga menuju kamarnya yang berada dilantai dua. Dia membanting pintu kamarnya. Sampai-sampai bibi sumi pembantu rumahtangga dirumah selena kaget mendengar suara bantingan pintu kamar selena. Sejak peristiwa tadi, saat ia bertemu dengan kak roby dan bertemu dengan adiknya kak roby, selena merasa sangat kalah terhadap karina.
“ah! Kenapa adik nya kak roby mesti si karina centil itu sih?!” sahutnya didepan cermin yang berada di depan tempat tidurnya. Ia menghempaskan badannya ke tempat tidur, dan sejenak memejamkan mata. Ia langsung teringat sesuatu yang seketika membuat matanya terbuka. Pertandingan club arsenal malam ini. Ada cesc fabregas idolanya. Ia pun loncat dari tampat tidur dan segera mengambil laptopnya dan menyambungkannya dengan modem internet. Ia melihat sebuah grup yang anggota-anggotanya para suporter club sepakbola arsenal. Yang biasa disebut the gunners.
“apa ini?” lihatnya penasaran saat ada sebuah berita tentang cesc fabregas di grup tersebut. Ia segera mengklik tautan itu. Saat tautan itu terbuka selena langsung membacanya.

Cesc fabregas, pemain sepakbola internasional mengalami kecelakaan, dan mobil yang dibawanya remuk dan hancur.
“what?!!”
Selena terlihat sangat khawatir. Matanya mulai berkaca-kaca. Bibirnya memucat. Belum tau jelas, bagaimana keadaan idolanya tersebut yang biasa dipanggil fabregas. Selena pun mencari sumber lain dari situs-situs atau dari informasi teman-temannya yang juga pecinta arsenal atau gunners. Ada salah satu website yang memperlihatkan foto mobil fabregas yang hancur dan remuk. Kekhawatiran selena semakin menjadi-jadi. Tiba-tiba dibawah foto itu menjelaskan,
Cesc fabregas berhasil menyelamatkan dirinya dari kecelakaan maut itu. Kini, Ia sudah mulai latihan bersama teman-teman kesebelasan arsenal. Tetapi hanya saja mobilnya yang rusak parah.
Selena melihat kabar tersebut menjadi lebih tenang. Ternyata idolanya selamat.
“kecelakaannya kemarin? Hem, gue kan kemarin ada ujian, jadi ga melihat kabar berita buruk seperti ini.” Gerutunya sambil mentup wajahnya dengan kedua tangannya.
“pokoknya, nanti malem harus nonton. Gue mau lihat fabregas. Kasian dia.” Sambungnya lagi.
Ada sebuah kabar belakangan ini yang membuat selena resah. Yaitu kabar bahwa cesc fabregas akan hengkang dari club arsenal dan pindah ke club juniornya dulu barcelona, club asal spanyol. Tapi selena tidak ingin itu terjadi. Karena, ia sangat tidak suka dengan club sepakbola junior cesc yang dulu itu.
Selena pun mengakhiri browsingan nya dan menutup laptopnya segera dia bergegas ke tempat tidur. Dia sangat mengantuk. Karena semalaman penuh dia belajar untuk persiapan ujian nasional yang sekitar tiga minggu lagi ditambah menonton pertandingan sepakbola.

part 2 IDOLA KU

Bel pulang sekolah pun berbunyi. Selena mengemas-ngemaskan isi tasnya yang berarakan dimeja.
“sel, gue pulang duluan yah!?” sahut lisa dari kejauhan sambil melambaikan tangannya. Selena mengangguk. Kelas sudah begitu sepi. Dia pun keluar ruangan kelasnya. Saat berada depan pintu kelas, ia menabrak seseorang lagi. Segera dia mengangkat kepalanya sambil membuang napas panjang.
“ya ampun, kamu? Huh, kita tabrakan lagi nih. Masih selena kan nama kamu?” ucap roby
“oh ya ampun kak roby? Hehe. Iaa, namaku masih selena kak. Ngomong-ngomong kakak ngapain ketempat anak-anak SMP?” selena sudah mulai ge-er. Dalam hatinya menduga kak roby mencari dirinya kesini.
“oh, aku mau cari adik ku. Dia kelas 9 juga. 9.3 kalo nggak salah.”
Dan dugaan selena salah. Ternyata kak roby bukan mencarinya. Ya ampun! Ge-er banget sih gue. Gerutunya dalam hati. Selena terdiam memandang ke arah lapangan basket yang tepat didepan kelasnya. Sementara arah mata kak roby mencari-cari keberadaan adik nya. Kak roby memang sangat sayang dengan adik-adiknya. Dia memiliki dua orang adik perempuan. yang paling kecil masih duduk dibangku sekolah dasar kelas 4. Dan yang besar kelas 3 smp. Seumuran dengan selena.
“kak!” teriak seseorang dari arah kelas 9.3. selena dan kak roby menoleh berbarengan. Selena terlihat kaget seperti tak percaya. “ngapain kaka bersama dia?” tanya adik kak roby sedikit ketus.
“selena maksud kamu? Dia temen kakak.” Jawab roby sambil tangan kirinya mengusap-usap rambut adiknya yang diketahui bernama karina. Selena hanya terdiam menatap roby yang mengusap-usap rambut adiknya.
Karina adalah murid yang paling disebelin sama selena. Karena, saat kelas 7 dulu, dia satu kelas dengannya. Karina selalu saja menyukai cowo yang sama dengan selena. Mereka terang-terangan bilang suka pada cowo itu. Sekitar 3 cowo yang selalu sama-sama mereka sukain. Dan hasilnya? 2 cowo berhasil didapatkan oleh selena dan satunya lagi didapatkan oleh karina. Jika dilihat dengan kasat mata, memang selena jauh lebih cantik dibandingkan karina.
“aku pulang duluan yah ka roby. Sampai jumpa.” Selena segera berlari sebelum kak roby membalas ucapannya. Kak roby hanya menggeleng saja.

IDOLA KU

hari ini, kegiatan rutin yang dilakukan Selena alison melody, yaitu pergi kesekolah. dan seperti biasa ia datang terlambat kesekolah. ujung-ujungnya, ia merayu satpam sekolah yang sedang bertugas dengan dua buah cokelat atau uang. Dan satpamnya yang sering selena panggil pak makat itu akhirnya membukakkan gerbangnya. Selena memang anak yang sering tercatat namanya kedalam buku piket sekolah SMP DEWANTARA JAKARTA, yang bertuliskan:
Selena melody---terlambat datang ke sekolah
Siswi kelas 3 SMP ini pun tak hanya satu atau dua kali tercatat. Tetapi, sudah lebih dari itu. Namun, karena prestasi selena yang baik disekolah, seluruh guru-guru memaklumi semua itu. Karena, alasan selena terlambat kesekolah, tidak jauh-jauh dari belajar. Memang dia belajar, tapi sebenarnya yang lebih tepatnya, dia menonton pertandingan club sepakbola inggris kesayangannya yang disiarkan tengah malam. Selena segera berlari menuju kelasnya. Sampai didepan pintu kelas, ia mengetuk pintu lalu masuk kedalam kelasnya yang sudah berisi teman-teman juga guru yang mengisi mata pelajaran jam pertama ini.
“terlambat lagi kamu selena?” ucap guru itu, selena hanya mengangguk ringan.
“maaf bu. Saya semalam belajar sangat keras untuk menghadapi ulangan matematika bu.” Jawabnya sambil menundukkan kepala. Sedangkan sebagian dari teman-temannya membicarakn tentang seringnya selena terlambat. Karena salah satu dari mereka tahu bahwa keterlambatan selena bukan persoalan belajarnya yang sangat keras, melainkan keseringannya menonton pertandingan sepakbola. Tetapi, teman-temannya yang mengetahui hal itu, tidak ingin memberi tahu kan kepada guru-guru. Penyebabnya adalah, selena anak yang pandai. Walaupun pandai, ia tidak sombong atau blagu. Ia sering memberikan jawaban kepada teman-temannya yang bertanya kepadanya saat ulangan. Walaupun hal itu tidak baik, tetapi selena tulus melakukan hal itu. Karena, walaupun ia pandai dan nilainya selalu mendapatkan yang terbaik, ia tak ingin teman-temannya sedih mendapat nilai yang dibawah rata-rata. Selena memang mulia. Kemuliaanya memang terbukti membawa hal positif untuk nya dan teman-temanya. Selena pun dipersilakan duduk oleh guru.
Waktu pun berlalu dan bel istirahat berbunyi nyaring membuat telinga yang mendengarnya pening.
“hallo hallo!” sapa selena kepada teman-temannya yang sedang asik membicarakan tentang para idola-idola mereka didalam kelas.
“eh tau nggak siih? Gue dapet tiket nonton konser justin bieber bulan depan!!” sahut linda ekspresif. Teman-temannya yang lain sontak teriak semua. Secara linda dan teman-temannya mengidolakan justin bieber, kecuali selena.
“what??!! Demi apa lo lin???” tanya lisa dengan muka ingin sekali mendapatkan tiket konser justin itu.
“hadeeh, beneran deh kawaaan. Gue dibeliin sama nyokap gue.” Yang lainnya asik membicarakan tentang linda yang mendapatkan tiket konser justin bieber, selena pergi ke perpustakaan. Dia sedang tidak ingin pergi ke kantin. Katanya, sedang ada program penghematan.
Selena tidak suka dengan justin bieber, dia hanya menyukai lagu-lagunya saja. Selena mengidolakan seseorang yang jarang diiodolakan para gadis-gadis remaja SMP. Selena sangat mengidolakan seorang pemain sepakbola asal spanyol yang bermain di klub sepakbola inggris, arsenal. Yaitu cesc fabregas soler. Entah dari mana dia mengidolakan cesc fabregas. Padahal dia sendiri dulu tidak suka sepakbola. Menurutnya, karena cesc fabregas lah ia menyukai sepakbola. Setiap ada pertandingan klub inggris yang disiarkan di televisi lokal, selena selalu menonton. Pastinya jika ada pemain sepakbola idolanya itu.
“huh! Bete deh. Setiap hari temen-temen gue ngomongin justin bieber terus. Ga ada yang lain apa?” gerutu nya sambil berjalan. Dan tanpa sadar ia menabrak seorang cowo tinggi yang memakai seragam putih abu-abu.
“aduuuh!” teriak selena karena menabrak badan cowo yang melebihi tingginya. Pantas saja dia kesakitan, dia menabrak dada cowo itu.
“ya ampun, maaf dek.” Cowo itu segera meminta maaf kepada selena yang menunduk terus sambil mengaduh kesakitan.
“ooow! Jidat gueee.” Selena mengangkat kepalanya dan seketika melihat wajah cowo itu.
“maaf?” sekali lagi cowo itu mengucapkan kata yang sama. Selena kaget, ternyata yang ditabraknya adalah kakak kelasnya sendiri. Kakak kelas yang terkenal pandai, tampan dan banyak disukai para gadis-gadis remaja. “oh. Ga apa-apa kok kak. Hm, justru saya yang salah. Nggak liat-liat jalannya. Maaf yah kak.” Selena tersenyum malu. Cowo itu setengah tertawa. “hm, oke oke. Kita sama-sama salah. Nggak ada yang perlu minta maaf yah” ucap cowo itu lembut. “nama kamu siapa?” tanya cowo itu kepada selena. Jantung selena terasa berdetak lebih cepat dari biasanya.
“mm, mm. nama saya selena. Nama kakak siapa?” tanyanya lagi sedikit malu, sebenarnya selena sudah tau nama kakak kelas nya itu. Tapi, dia hanya basa-basi saja.
“nama gue roby. Senang bertemu denganmu. gue kelas sebelas IPA dua. lo kelas berapa?” selena terdiam. “hehe. aku kelas 9.2 ka.” Jawabnya malu.
mereka berdua pun mengakhiri pembicaraan dan selena segera menuju perpustakaan. Diperpustakaan tak henti-hentinya dia tersenyum. Sepertinya, selena mulai jatuh cinta dengan kaka kelasnya yang bernama roby tadi.

sahabat jane

Aku menarik kursi yang ada disampingku sambil menjatuhkan tubuhku diatasnya. Hari yang sangat melelahkan. Berlari dari rumah hingga sampai didepan gerbang sekolah yang sudah tertutup rapat. Karena keterlambatan ku, aku dihukum untuk membersihkan taman sekolah. Tapi, bukan hanya aku yang juga terlambat, untungnya rangga teman sekelasku bernasib sama. Jadi, ada teman. Hehe. Setelah kami melakukan tugas hukuman yang diberikan pak anwar, kami dipersilahkan untuk masuk kelas. Ternyata guru yang harusnya mengajar dikelas ku belum datang.
“jane, kau terlambat lagi? hahaha” sahut temanku melan sambil mentertawaiku. Aku memasang muka jengkel dan aku mengeluarkan jurus jutek ku. Aku menatap teman-temanku satu persatu. Terutama melan. Sampai akhirnya mereka berhenti mentertawaiku. Benar-benar hari sial ku.
“ayo ra, kita panggil bu rina. Masa kita nggak belajar sih.” Rara mengangguk. Rara adalah teman baik ku. Aku sudah berteman dengan nya sejak masuk SMP sampai sekarang. Dan, saat kita sampai diruang guru, aku dan rara tidak melihat batang hidung bu rina sama sekali. Kita memutuskan untuk kembali ke kelas. “bagaimana bisa guru-guru banyak yang tidak masuk. Padahal, kita sudah kelas 9 yang seharusnya belajarnya lebih intensif.” Gerutuku sambil berjalan menuju kelas. Rara tidak merespon ucapan ku. Tambah jengkel saja hari ini.
Saat aku dan rara sampai di depan kelas, anak-anak sedang ramai dan berkumpul di pojokan ruang kelas. Entah ada apa. Aku segera berlari. “hei! Ada apa ini?!” teriakku ketika aku melihat rangga dipukulin oleh anak-anak yang terkenal badung. Aku segera menjauhkan rangga dari mereka semua. Kubawa rangga ke UKS. Dia menceritakan semuanya.
“mm, awalnya aku hanya ingin membela kamu saja jane.”
“loh? Membela aku?” tanya ku bingung.
“mm. mm. iaa, setelah kamu keluar dari kelas, mereka semua mengatai-ngatai mu. Terus, andhika si anak badung juga teman-temannnya malahan memukuli ku karena aku membela kamu. Aku sangat bingung dengan mereka.” Jawabnya.
Aku jadi merasa tidak enak dengan rangga. Saat bel sekolah berbunyi menandakan waktu istirahat, aku meminta izin kepada guru yang sedang piket untuk mengantarkan rangga pulang kerumahnya. Rangga bilang padaku, bahwa badannya sedang tidak enak. Jadi aku berniat untuk mengantarnya pulang. Aku juga takut itu akibat ia dipukulin karena telah membela ku.
Rangga anak cowo yang pandai. Tapi pendiam dan tdak macam-macam. Aku suka membelanya jika ia sedang diganggu oleh anak-anak badung yang tidak punya perasaan itu. Maklum saja, aku rada sedikit tomboy. Hehe.
***
Aku berjalan menelusuri trotoar bersama rara. Kami melihat melan sedang bersama dua orang lelaki berbadan kekar. Aku tidak tau mereka siapa. kami pun melanjutkan perjalanan. langkahku dan rara terhenti saat kami mendengar teriakan melan dari arah tadi. Kami menoleh ke belakang, dan ternyata benar suara dari melan. Aku segera berlari, diikuti dengan rara. Tak segan aku memukuli dan menghajar dua orang berbadan kekar yang mengganggu melan. Tangan ku menyergap wajah si gundul berbadan besar dan yang satu lagi ku tendang dengan kaki kanan ku. Rara dan melan membantu memukuli mereka dengan tas juga kayu yang didapat melan entah dari mana. Akhirnya kedua orang itu pergi ketika kerumunan orang datang menghampiri kami. Dua orang itu pergi sesudah kuberi kenang-kenangan berupa bekas gigitan ditangannya. Haha. Huft!
Aku terkjut ketika orang-orang bertepuk tangan dan memuji diriku. Aku jadi sangat malu. Pipiku memerah. Melan menghampiriku.
“thanks banget yah jane. Mm, maaf yah soal tadi pagi. Guu.. gue udah ngetawain lo gara-gara lo terlambat. Maaf yah jane. Gue jadi nggak enak sama lo.” Ucapnya. Aku mengangguk dan tersenyum.
Esoknya, aku, rara dan melan mulai dekat. Kami pergi ke kantin dan perpustakaan bersama. Yap. Senang pastinya punya sahabat baru.
“eh, mau belajar bareng nggak sehabis pulang sekolah ini?” tanyaku pada mereka. “mm, boleh-boleh deh. Lagipula gue nggak ada les hari ini.” Jawab melan.
“gueeee.. mm, bisa deh kayanya.” Tambah rara.
“lama banget ra, mikirnya. Haha. Yaudah, dirumah gue yah.”
***
Sepulang sekolah aku dan para sahabat-sahabatku berjalan menuju rumahku yang lumayan jauh dari sekolah. Ya, kalo bersama-sama berjalan kaki nggak kerasa capenya. Bahkan seru. Namun, langkah kita berhenti ketika melihat andhika lewat dihadapan kita mengendarai motornya dengan sangat kencang.
“heuh! Anak bangor!” sahutku sewot. Sahabat-sahabatku hanya mentertawakanku. Emangnya aku lucu. Padahal aku kan marah.
Tiba-tiba kulihat andhika dan motornya menabrak mobil yang sedang berhenti karena lampu merah. Aku segera berlari diikuti dengan sahabat-sahabatku. Andhika terlihat tak sadarkan diri. Aku bingung harus melakukan apa. Mm, akupun nekat saja mengetuk-ngetuk kaca mobil pengguna jalan untuk membantuku membawa andhika kerumah sakit. Dan akhirnya ada orang yang mau membantu kami. Ketika sampai dirumah sakit, aku menghubungi teman-teman andhika. Dia pun belum sadar didalam ruang UGD. Walaupun aku musuhnya, tapi aku masih ada rasa kasihan dan sedikit khawatir dengan keadaannya. Tidak beberapa lama dokter keluar.
“kamu yang menolong andhika dek?” tanya dokter padaku. Aku mengangguk sedikit ragu. “andhika sudah sadar dan dia ingin bertemu dengan orang yang menolongnya. Tapi, harap pelan-pelan yah dek bicaranya. Karena dia masih sedikit trauma.” Tambahnya lagi.
Andhika ingin bertemu denganku? Aduh enggak deh. Aku nggak mau dibilang sebagai dewa penyelamat. Tapi bisa aja andhika akan kecewa kalau ternyata yang menolongnya dari kecelakaan adalah aku. Tapi, yaudah aku akan menemuinya. Aku membuka perlahan pintu ruangan dan andhika menoleh.
“mau ngapain lo disini? Lo mau ngetawain gue?” ucapnya. Ucapannya membuatku sedikit kesal. “heh! Malah diem lagi. Ngapain lo disini?” tanyanya lagi. “gue yang menolong lo dari kecelakaan tadi! Bukannya terimakasih malah nuduh-nuduh gue! Heuh!” sewotku padanya. Emosiku membludak. Habisnya, nggak tau berterimakasih banget dia. Kalo engga tau seenggaknya ngomong dan nanya baik-baik sama gue apa maksud gue kesini. Bukan malah menuduh gue ingin mentertawakan dia! Aku segera pergi dari tempat itu, keluar dari pintu. aku berjalan dengan kesalnya. Tiba-tiba..
“jane! Tunggu!” aku menoleh ke arah belakang. Ternyata andhika berjalan menuju tempatku berdiri. Ia terlihat berjalan memegangi kepalanya. Aku sedikit tidak tega.
“gue mau minta maaf sama lo. Dan gue ingin bilang terimakasih sama lo udah menolong gue.” Ucapnya lembut. Aku jadi merasa tak enak dengannya. Akupun mengangguk dan melemparkan senyum padanya. Andhika mebalasnya. Melihat keadaan andhika yang masih belum pulih benar, aku mengantarkanya keruangan rawat tadi.

Sunday, May 1, 2011

YANG DITINGGALKAN

Namaku Arfa Duaga. Biasa orang memanggilku Ar.
Tiap hari, aku menjalani hari-hari bersama keluarga ku yang lengkap. ada Bapak, Ibu, Kakak, Ade, Nenek dan Kakek. Tapi, Nenek dan Kakek tidak satu rumah dengan ku. Hanya berbeda satu blok dari rumah. Nenek sakit-sakitan dan Kakek dengan setia bersama nya. Tiap pagi, mereka terlihat selalu berduaan pergi kemana pun. Walaupun sudah tua, tetapi bagiku mereka terlihat sangat serasi dan romantis.
“Nek, mau minum air hangat atau air biasa?” tanyaku pada Nenek yang sedang berada dirumahku. “Air hangat aja.” Aku mengangguk dan segera berlari kedapur untuk mengambilkan air hangat untuk nya. Aku kembali membawa segelas penuh air hangat,
“Ini nek, Kakek kemana nek?” tanyaku dengan santai. Nenek meminum air hangat, setelah itu Nenek baru menjawab pertanyaan ku. “Kakek lagi ke Jakarta, mengurus gaji pensiunannya.” Jawab nya ringkas sambil menaruh gelas ke meja yang airnya sisa setengah dari yang tadi ku ambilkan.
Suatu hari, Kakek bilang pada Ibu bahwa Nenek sakit. Ibu segera membawa nenek kerumahku untuk dirawat oleh Ibu. Tapi lambat laun sakit nenekku tak sembuh. Akhirnya, kami membawa Nenek ke rumah sakit. Aku tak tau jelas apa penyakit yang diderita Nenek.
“Bu, Kakek dimana?” tanyaku pada Ibu yang sedang membantu nenek memasuki mobil. “Dirumah Kakek. Nanti pasti akan menyusul ke rumah sakit kok.” Aku pun mengangguk pelan. Nenek dibawa masuk ke mobil dan langsung meluncur ke rumah sakit.

₪₪₪

Setiap hari kami bergantian menjaga nenek di rumah sakit. “Kak, kapan Nenek bisa pulang dari rumah sakit?” Kakakku terdiam dan mencari jawaban untuk menjawab pertanyaan ku tadi. “Gak tau Ar. Mungkin beberapa hari lagi.” Jawab Kak Rahma, Kakak ku yang paling tua. “Oh. Kok dari kemaren aku engga melihat Kakek. Kemana sih?” ucap ku sambil mengambil makanan dari toples yang berisi kacang. “Ada kok. Kakak sering melihatnya. Makanya kamu sering-sering ke rumah sakit dong.”
“Hehe.” Aku pun tercengir malu. Memang aku jarang sekali ke rumah sakit. Karena, aku harus sekolah dan juga mengerjakan tugas-tugas sekolah yang sangat menumpuk. Sebenarnya aku ingin ke rumah sakit. Tapi itulah alasan ku. Banyak sekali kesibukan seperti tugas-tugas praktek dan teori yang guru-guru kasih akhir-akhir ini.

₪₪₪

Pagi-pagi sena sudah menyambar banku yang ada disebelah ku. “Ar, di SD kita akan ada reunian. Lo mau ikut ga?” sergap nya cepat padaku yang sedang mengerjakan PR yang lupa aku kerjakan semalam. Aku satu SD dengan nya dan sekarang aku juga satu SMP dengan dia. “Mm, entar aja deh liat. Emangnya bener reunian? Kafanya ikut ga?”
“Kafanya ikut. Jadi gini, ada perpisahan gitu untuk anak-anak kelas 6 nya. Jadi sekalian aja kita ikut acaranya untuk reunian.”
“Yaudah, gue usahain bisa.” Ucap ku ragu. “Okay.” Sena mengacungkan jempol kiri nya.
Aku pun segera meneruskan mengerjakan PR yang tadi terhenti karena Sena mangajakku bicara. Sena segera berlari keluar. Entah mau kemana anak satu itu. Aku menggelengkan kepala melihat Sena yang sesemangat itu. Mungkin saja dia mengelilingi sekolah untuk membicarakan hal tadi kepada anak-anak alumni SD kita yang satu SMP dengan kita. Aku memang berteman baik dengan Sena dari kelas 1 SMP, dan sampai sekarang sekarang.
Esok paginya, aku bertanya lagi kepada Sena dan Kafanya, “Na, kapan kita mau reuniannnya?” Sina segera mengeluarkan catatan buku dari dalam tas, karena ia menuliskan pelaksanaan acaranya dibuku tersebut. “Lusa. Tanggal 22 Juni 2010 pukul. 07.00” jawabnya lengkap. “Ia, 22 Juni. Tapi kita kan juga ada acara lomba di sekolah. So, bagaimana?” Campur Kafanya. “Kita jangan lama-lama di sekoalah, ngapain juga?! Kita kan ga ikut lomba apa-apa. Ya kan?!” jawab nya dengan nada sedikit urat. “Oh oke, kalau seperti itu.”
“Yaudah.” Sahut ku pelan. Aku merasa ada yang aneh pada tanggal 22 Juni nanti. Tapi, aku tak tau apa. Biarlah, mungkin perasaan ku saja. Tapi, kalau ada sesuatu? Ahg, pikir apa sih diriku?! Okay, hari itu kan hari menyenangkan dimana aku bisa bertemu teman-teman lama dan guru-guru ku yang berjasa. Yap.
Hari berikutnya, aku asyik berbincang-bincang dengan Sena. Kami membicarakan tentang banyak hal.termasuk tentang reunian yang kita bicarakan. “Ar, lo punya kamera bagus ga?” sahut Sena cepat. Kamera ku kurang bagus untuk mengabadikan hal-hal yang menarik. Ucapku dalam hati. Aku pun memikirkan siapa yang punya kamera yang bagus. Lampu ide dikepala ku pun menyala. “Bagaimana kalo HP kakek gue aja? HP beliau jarang dipakai. Kakek hanya menggunakan untuk menelpon saja. Sehari dipinjam tidak masalah kali yah?” ucapku ragu. “Yaudah” sahut Sina setuju. Kapan kira-kira aku bisa meminjam HP kakek? Sedangkan belakangan ini aku tidak melihat kakek. Ntar malam? Yaps, akan aku coba. Aku titip saja pada kak Rahma. Dia kan yang sering ke rumah sakit dan bertemu kakek. Ia benar. Aku tersenyum dalam-salam sambil mengangguk sekali.

₪₪₪

Pulang sekolah, aku segera menghampiri kak Rahma. “Kak, bilangin kakek, aku pinjem HP nya untuk besok ada acara reunian di SD. Ya kak? Please!” rayu ku pada kak Rahma. Kak Rahma pun mengangguk, menandakan persetujuan. “Yes, thanks ya Kak.” Sahutku lantang sambil berlari keluar dengan senyum ku yang melebar di bibi..
Malamnya, Kak Rahma pulang dari rumah sakit sambil membawa HP Kakek yang akan aku pinjam. Kak rahma memberikannya langsung padaku.
“Makasih Kak!” sahutku lantang, sigap dan sergap. Kata kak rahma HP itu jangan sampai hilang. Aku pun mengacungkan jempol ku. “siiiiip..”
Hari ini, hari aku dan teman-temanku reunian SD.
Aku, Sena dan Kafanya disekolah hanya sampai jam setengah delapan. Setelah itu kami berganti baju yang sudah kami bawa untuk persiapan. “Berangkat yuk!” ajakku pada Sena dan Kafanya. Kami segera berangkat. Kami pun meluncur menuju SD menggunakan angkitan umum. Akhirnya, kita pun sampai di SD. Ternyata acaranya sudah mulai sejak tadi. Acaranya sangat ramai. Sampai-sampai aku bingung harus ngapain disini. Aku bersalaman dengan guru-guru dan tak lupa foto-foto pastinya. Ada yang menarik di panggung. Aku segera mengabadikan hal itu. Anak-anak SD yang sedang bervokal grup. Saat ku sedang asyik merekam video, HP kakek yang ku pegang berdering sangat nyaring. Menandakan adanya panggilan masuk. Aku segera memencet tombol hijau.
“Halo?”
“Ar!” aku tersentak kaget , telinga kananku terasa tuli mendadak karena penelpon itu memanggil namaku dengan keras. Membuat telinga ku bergetar. “Ar!” sekali lagi, penelpon itu memanggil namaku, tapi kini dengan isak tangis yang membara. “ini siapa?” tanyaku penasaran. Perasaan ku kini mulai tak enak. Aku mulai berpikiran yang macam-macam. Jantung ku berdetak lebih cepat dari biasa nya. “ini kak Rahma. Kakek meninggal dirumah sakit!” jantung ku kini serasa benar-benar berhenti. Aku tidak percaya. Aku terdiam. Air mataku seketika menetes satu per satu. Tak bisa dihentikan. Sangat deras. Karena aku sayang pada kakek. Kak Rahma menyuruh ku untuk datang kerumah sakit. Karena dia hanya sendiri bersama nenek ku yang terbaring di tempat tidur dan kakek ku yang terbaring seperti nenek tetapi hanya raga dan tanpa nyawa. Panggilan telpon kak rahma akhirnya berakhir.
“Ar? Ada apa?”
“Kakek gue meninggal Sena, Kafanya.”
“Hah!? Kok bisa?”
Hp sena tiba-tiba berdering. Ternyata ada panggilan masuk. Sena segera menjawab nya. “Sen?? Kakek si Ar meninggal dan Ibu nya dirumah nangis terus, Ar suruh pulang segera!”
Suara itu cepat sekali, tak ada titik tak ada koma. Sena menutup telpon nya dan mengatakan itu padaku. Aku segera memanggil ojek dan meluncur ke rumah bersama Sena yang menemaniku, sedangkan Kafanya tidak bisa ikut karena ada kepentingan lain.
Dirumah Ibu menceritakan semua. Semula kakek sehabis pergi keluar, lalu beliau segera masuk kamar rawat nenek. Kebetulan disana ada dua tempat tidur, yang satu ditempati oleh nenek dan yang satu kosong. Kakek langsung tidur ditempat yang kosong tersebut. Ketika itu suster masuk dan suster membangunkan Kakek tapi tak bangun, suster lalu menggocang-goncangkan tubuh Kakek, tapi Kakek tetap saja tidak membangunkan diri dan ternyata nadi dan nafasnya telah terhenti sekitar pukul setengan sebelas. Mendengar cerita Ibu ku, tangis ku tambah membludak dan menjadi-jadi. Begitu juga orang-orang yang berada dirumah untuk menenangi Ibu dan diriku yang tak sanggup lagi menahan kesedihan dan tangis. Aku berpikir, kini aku tidak akan bertemu kakek untuk selamanya. Padahal tahun ini kakek dan nenek akan pergi ke tanah suci untuk beribadah dan mendekatkan dan bahkan lebih dekat pada ALLAH SWT. Tapi kini, hanyalah angan-angan.

₪₪₪


Kakek akhirnya dikubur sedikit jauh dari kediaman ku. Apa memang sudah pertanda, dari kemarin-kemarin aku tak melihat Kakek dan aku selalu bertanya-tanya pada orang-orang yang ada sekitarku, tapi mereka menjawab,Ada . itu yang mereka lontarkan. Tapi sekarang, aku benar-benar merasakan Kakek tidak ada dan tidak akan ada lagi bersama kami. Raga nya memang tak akan ada disini, tapi Kakek tetap ada dihati kami. Kami hanya bisa mengikhlasan dan mengirimkan doa untuknya. Mungkin kakek bisa mengikhlaskan kami semua asal kami juga ikhlas ditinggalkan oleh nya. Tanah dipemakaman kakek dijatuhkan kedalam lubang, tempat kakek yang baru. Seluruh tubuh kakek sudah tak terlihat. Kami mencoba mengikhlas kan walau berat. Aku dan semua yang berada di pemakaman hanya bisa mengirimkan doa untuk nya. Juga agar beliau ikhlas meninggalkan kami semua yang menyayangi dan merindukannya sampai hari ini dan sampai kapan pun.

TEKAD PEMUDA UNTUK BERUBAH

Steven seorang pelajar SMA Kartini yang menjadi pentolan sekolahnya dalam setiap tawuran.
“Woy ! Serbu !” teriak Steven sambil mengacungkan tangan kanannya yang memegang sebuah kayu. Seluruh anak-anak SMA Kartini yang tawuran mengikuti aba-aba dari sang pentolan tersebut.
Seluruh Siswa-siswa yang tawuran berhamburan. Dua sekolah menjadi dalam satu wadah yang keduanya saling bertentangan.
Akhirnya SMA Kartini memenangi tawuran tersebut entah untuk yang keberapa kalinya. Tapi, mereka tidak hanya membawa kemenangan, tapi juga membawa luka lebam dan bonyok, bahkan salah satunya ada yang mati karena terinjak.

***
“Steven, kenapa jam segini kamu baru pulang?” tanya mamah geram melihat kelakuan anaknya yang selalu pulang malam. Steven tak menghiraukan ucapan mamahnya. Ia segera masuk kedalam kamarnya. “Steven ?!” mamahnya menggedor-gedor pintu kamar Steven. Tapi tetap saja kedua telinga Steven tidak dipasang ditempatnya.
Esok paginya, Steven tidak ikut sarapan bersama papah dan mamahnya. Ia buang muka dan segera berlari melewati meja makan. “Breakfast dulu Steven.” Sahut papahnya. Seketika Steven menghentikan langkahnya dan berbalik badan. “Tumben perhatian, kemana aja ?!” Steven segera melanjutkan langkah panjangnya. Kedua orangtua Steven memang jarang sekali berada dirumah. Kalau ada dirumah juga hanya pada malam hari jika pulang kerja dan pagi harinya untuk sarapan pagi jika akan berangkat kerja. Ia merasa kesepian, dan menurutnya ia hanya menjadi pajangan dirumah. Steven anak tunggal, maka sebab itu ia lebih-lebih merasa kesepian. Ia juga sadar kelakuannya yang nakal dan kelewat batas. Tapi baginya itu suatu wujud kekesalan dan kekecewaan terhadap kedua orangtua nya.

***
“Den, gue bolos sampai istirahat nanti. Gue mau ngerokok. Gue stres.” Ucap Steven berbisik.
“Yaudah, nanti gue ijinin kalo lo lagi ga enak badan dan berada di UKS.”
“Okay, thanks !” Steven segera pergi menuju gudang belakang sekolah. Ia biasa merokok untuk menghilangkan stresnya.
Beberapa lama kemudian bel istirahat berbunyi, nyaris membuat kuping sakit. Steven seketika bangkit berdiri dari posisinya yang tadi sedang duduk bersila. Ia segera mematikan putung rokok nya dan berlari menuju kelas.
“Dennis, tadi ada tugas atau PR ga ?”
“Ada, dan tadi nyatet ringkasan materi banyak banget.”
“Yaudah gue pinjem. Gue mau ngerjain.” Seketika Dennis terbelalak mendengar ucapan Steven tadi. Ga biasanya Steven seperti itu. Ada apa dengan nya? Tanya nya dalam hati. Segera Dennis mengeluarkan bukunya dari dalam tas. Steven langsung menyalin secepat kilat.
Beberapa jam berlalu dan bel pulang sekolah pun berdering nyaring. Steven segera mengemas-ngemaskan buku-buku yang berarakan di mejanya. Ia pun pulang.

***
“Mas Steven mau makan apa?” tanya mbok Darmi pembantu dirumah Steven yang sudah 15 tahun bekerja pada keluarganya.
“Mmm, aku mau makan sayur bayem masakan mbok yang enak itu.”
“Ah mas Steven bisa aja, jadi ge-er nih mbok.” Steven tertawa lepas. Mbok Darmi melihat ada yang beda dari anak majikannyua ini. Yang dulunya angkuh dan sangat dingin, sekarang terlihat seperti manusia yang serasa hidup kembali.
“Mbok?”
“Oh iya mas. Oke mbok masakin yang spesial buat mas Steven. Sayur bayem ala mbok Darmi.”
“hehe, iya dong mbok yang spesial. Yaudah kalo begitu aku ke kamar dulu mau ganti baju.”
“Siap mas Steven.”
Steven berlari kecil memasuki kamarnya. Ia menjatuhkan tubuhnya diatas tempat tidur. “Gue ingin berubah. Gue ga mau menjadi pemuda yang tidak berguna. Keahlian gue apa coba? Tawuran? Itu sama sekali bukan keahlian kecuali pukul-pukulan. Kalo itu sebagai wujud kekesalan dan kekecewaan gue pada bokap dan nyokap, itu bukan cara yang terbaik. Gue emang kurang perhatian mereka, dan cara merubah itu semua, gue akan bilang langsung kepada bokap dan nyokap gue supaya mereka bisa meluangkan sedikit waktunya untuk bersama gue. Oke akan gue coba.” Sejenak Steven terdiam lama.
Malam harinya, mamah dan papah Steven pulang. Segera Steven keluar dari kamarnya dengan tergesa-gesa. Ia pun membukakan pintu untuk kedua orangtua nya. “Malam pah, malam mah.” Kedua orangtuanya terdiam .
“Mah? pah?” tanya Steven heran. Tapi ia bisa merasakan dan mengerti atas kebingungan yang ada pada kedua orang tuanya itu. “Malam Steven.” Jawab papahnya dengan senyum yang tak disangka-sangka Steven.
“Sayang? Kamu sakit yah?”
“Duh mamah, Steven engga sakit sama sekali kok.”
“Sayang, gitu dong. Mamah sama papah tuh kangen banget sama kamu yang dulu.” Ucap mamah dan langsung memeluk Steven.
“Iya mah, aku juga kangen banget sama mamah dan papah. Aku merindukan kasih sayang dan perhatian kalian. Aku ingin sekali mamah dan papah meluangkan sedikit waktu kalian untuk bersama aku.”
“Maafkan papah dan mamah Steven. Papah dan Mamah sadar, sikapmu yang seperti kemarin-kemarin memang karena kami kurang memberikan perhatian kepada kamu, anak kami satu-satunya.”
Mereka bertiga saling berpeluk erat penuh cinta dan kasih sayang bak 3 oarang yang berpulun-puluh tahun tidak bertemu.

***
Hari ini tanggal 28 Oktober adalah hari Sumpah Pemuda. Dimana pemuda-pemuda dulu mengucapkan ikrar untuk mengaku bertumpah darah, mengaku berbangsa dan menjunjung bahasa persatuan, kepada negara indonesia ini.
Seluruh Siswa SMA Kartini berhamburan menuju lapangan untuk mengikuti upacara Peringatan Sumpah Pemuda. Seperti sebelum-sebelumnya, Steven berbaris paling depan, karena badan nya yang proprsional alias lebih tinggi dibandingkan teman-teman yang lain. Ia mengikuti upacara dengan khidmat. Saat ikrar Sumpah Pemuda dibacakan oleh salah satu petugas upacara, kedua bola mata Steven berkaca-kaca. Ia merasa telah menjadi Putra Indonesia yang merugikan bangsa. Mengikuti tawuran dan membolos pelajaran. Steven sadar atas perbuatannya selama ini. Steven yakin ia bisa berubah dan menjadi Putra Indonesia yang membanggakan. Ia juga bertekad tidak akan lagi mengikuti tawuran dan membolos pelajaran semaunya, karena hal itu akan merugikan dirinya sendiri dan orang lain.

SUNDA, JAWA UNTUK INDONESIA

Dua orang sahabat yang berbeda adat dan suku. Yang satu bernama Wulan Sari asal Garut dan yang satu bernama Yanti estiningrum asal Tegal. Keduanya tidak fasih berbahasa Indonesia, tapi mereka bersosialisasi menggunakan bahasa yang dipakai masing-masing ditambah bahasa isyarat. Wulan menggunakan Bahasa Sunda dan Yanti menggunakan Bahasa Jawa yang kental dan meddok. Mereka bertemu karena satu kampus di Bandung.
“Yanti, ieu teh buku nu saha?” Wulan bertanya kepada Yanti sambil ujung jari telunjuknya menunjuk buku yang ia pegang. Yanti hanya menggeleng-gelengkan kepala yang menandakan tidak tahu buku itu punya siapa.
Dosen mata pelajaran Pancasila pun masuk ke kelas. Seluruh mahasiswa segera memasuki ruang kelas dan duduk manis ditempatnya masing-masing, begitu juga dengan Wulan dan Yanti yang duduk bersebelahan.
“Abdi teu ngarti dosen eta teh keur nerangkeun naon?!” jari telunjuk Wulan menunjuk dosennya dan menggelengkan kepala. “kembar, aku be ora ngerti.” Yanti mengangguk pelan. Mereka pun tersenyum aneh.
“Sumpah pemuda dibacakan pada kongres pemuda yang diadakan di Waltervreden dan sekarang Jakarta. Tolong kamu sebutkan isi dari sumpah pemuda. Saya ingin mengetes apakah kamu hafal atau tidak.”
“Sa. Saya Bu ?” tanya Desi, mahasiswa yang mahir empat bahasa daerah di Indonesia.
“Iya kamu.”
“Baik bu. ‘Kami putra dan putri Indonesia
Mengaku bertumpah darah yang Satu
Tanah air Indonesia
Kami putra dan putri Indonesia
Mengaku berbangsa yang Satu
Bangsa Indonesia
Kami putra dan putri Indonesia
Menjunjung bahasa persatuan
Bahasa Indonesia’
Sudah bu.”
Tiba-tiba Wulan dan Yanti saling melihat dan berpandangan. Mereka masih sedikit mengerti tentang isi dari Sumpah Pemuda tersebut, karena pada waktu masih duduk dibangku sekolah di daerahnya masing-masing, mereka mengerti karena bahasa yang dipakai sama seperti bahasa yang mereka pakai Sunda dan Jawa.
Beberapa jam berlalu dan dosennya keluar dari ruang kelas. Yanti memanggil Desi. “Desi ! Ningkene aku pengin koe ngartini primen yang aku omongin karo Wulan.”
Desi segera menghampiri Wulan dan Yanti. Yanti menjelaskan, “Kok, nyong merasa kita durung bersiji. Karena bahasa yang kita nganggo ora kembar dan durung bahasa persijian, yakue Indonesia.” Desi segera menterjemahkan omongan Yanti kepada Wulan. “Nuhun, Abdi oge hayang nyarios sapertos eta.” Desi menterjemahkan lagi omongan Wulan ke Yanti. Dari beberapa perbincangan mereka berdua yang dibantu oleh penerjemah yaitu Desi, akhirnya mereka mengambil keputusan mereka ingin belajar Bahasa Indonesia yang lebih fasih. Karena pada teks Sumpah Pemuda yang tadi dibacakan oleh Desi salah satunya bahwa : ‘Kami putra dan putri Indonesia
Menjunjung bahasa persatuan
Bahasa Indonesia’
Menurut Wulan dan Yanti, mereka berarti belum saling bersatu. Karena bahasa yang mereka pakai bukan bahasa persatuan yaitu bahasa Indonesia melainkan Bahasa daerah mereka, yaitu Jawa dan Sunda. Kebetulan Desi orang Jakarta yang bisa empat bahasa Daerah. Tiba-tiba terbesit ide di pikiran mereka untuk belajar Berbahasa Indonesia dengan bantuan Desi. “Yo wis, koe olis senawu Bahasa Indonesia karo aku. Anjeunna tiasa di ajar basa Indonesia jeung Abdi.” Yanti dan Wulan mengangguk dan merangkul bahu Desi sambil melempar senyum.
Selama lima bulan mereka belajar Bahasa Indonesia dengan Desi. Banyak sekali kemajuan, bahkan mereka sudah bisa saling bersosialisasi satu dengan yang lainnya menggunakan Bahasa Indonesia.
“Yanti, memang enak yah kalau kita bisa berbahasa Indonesia. Kita lebih paham apa yang lawan bicara kita ucapkan. Kita juga bisa menjunjung tinggi Bahasa Indonesia.” Ucap Wulan tersenyum riang penuh kesenangan. “Ia Wulan, aku juga berpikiran sama dengan mu. Tapi, kita juga tidak boleh melupakan bahasa asli kita. Kamu Sunda dan aku Jawa.”
“Dan jangan sekali-kali kalian terpengaruh oleh budaya barat yah. Because, we just love Indonesia” Campur Desi. “Hey ! kamu yang terpengaruh dengan bahasa asing!”
“Yah, kalau seperti itu tidak terlalu masalah kan yan, lan . hehe”
Mereka bertiga tertawa lepas.
Intinya memiliki dan memakai bahasa daerah memang asyik, tapi fasih berbahasa Indonesia yang lebih asyik.

‘Junjung tinggi Tanah Air Indonesia
Junjung tinggi Bangsa Indonesia
Dan Junjung tinggi Bahasa Indonesia.’

PAHLAWAN LINGKUNGAN

Seorang Ibu-ibu tua yang bekerja sebagai penyapu jalanan dan pemungut sampah . Ia bekerja didepan sebuah sekolah SMA 29 .
“Aah, buang disini aja . Ngapain repot-repot ketempat sampah yang jauh itu .” sahut Rani sambil melempar kaleng minuman nya . Rani adalah siswa SMA 29 .
“Nak, jangan buang sampah sembarangan. Kalau tiap hari kamu melakukan hal seperti itu, sampah nya akan menggunung dan akan menyebabkan banjir nak .” ucap ibu tua itu lembut dan langsung meneruskan menyapu jalanan . Rani seketika menarik baju ibu tua itu .
“Woy ! sok tau banget sih lo ! lo kan kerja nya mungutin sampah. Ya elo dong yang mungutin sampahnya . Ga usah pake nasehatin orang segala! Ngerti ga ?” Rani segera pergi meninggalkan Ibu tua itu. Ibu itu bernama Aminah dan berumur 47 tahun .
Ibu aminah itu menatap Rani tajam . Ia langsung memungut kaleng minuman yang Rani lemparkan tadi .
Esoknya, Rani melakukan hal yang sama. Tetapi, Ibu tua itu membiarkan sampah Rani tergeletak . Tiap hari sejak hari itu ibu Aminah membiarkan sampah-sampah yang Rani buang menggunung , agar Rani sadar berapa banyak sampah yang ia buang . Tetapi, suatu hari Ibu Aminah itu menyerah, ternyata Rani memang tidak sadar kalau ia yang menyebabkan sampah-sampah nya menggunung . Ibu Aminah terpaksa mengangkut semua sampah-sampah itu dan membawa nya ke tempat pembuangan sampah .
“Nak, jangan sekali lagi kamu buang sampah sembarangan . disana ada tempat sampah . Kenapa tidak kamu buang ketempat sampah itu . Jakarta sering terjadi banjir . kalau manusia di Jakarta seperti kamu, pasti Jakarta tidak akan selamat nak . Kamu harus sadar .” Nasehat Ibu tua itu . “ APA SIH LO ?! SOK TAU ! NYEBELIN BANGET JADI GEMBEL ! GEMBEL AJA BLAGU BANGET ! NYEBELIN LO ! AWAS SEKALI LAGI LO SOK NASEHATIN GUE KAYA GINI ! AWAS LO !” bentak Rani dan ia mendorong Ibu Aminah sampai terjatuh ke aspal. Rani segera pergi . Kedua bola mata Ibu Aminah berkaca-kaca . Ia sedih bukan karena perlakuan Rani kepadanya , tapi ia sedih kenapa masih ada orang yang tidak peduli akan lingkungannya. Padahal demi kepentingan diri mereka sendiri juga . Tiba-tiba terlihat seorang Siswa SMA 29 datang dan ia segera membantu Ibu Aminah berdiri tegak kembali .
“Bu, Ibu tidak apa-apa ?”
“Tidak apa-apa nak, terimakasih yah”
“Dia rani Bu, dia kok jahat banget sama Ibu yah ?”
“ Mungkin itu didikan yang salah dari orang tuanya. Nama mu siapa ?”
“Nama saya Mytha Bu. Nama Ibu siapa dan Ibu tinggal dimana ?”
“Nama Ibu Aminah dan Ibu tinggal di belakang sekolah ini nak Mytha.”
“Oh begitu. Ibu punya suami dan anak?”
Seketika Ibu tua itu terdiam lama, entah apa yang ada dalam benak dan pikirannya .
“Bu ?”
“Ehm, Ibu punya 3 anak dan suami Ibu sudah pergi meninggalkan Ibu dan anak-anak Ibu sejak 4 tahun yang lalu .”
“kemana bu?”
“Suami Ibu pergi menghadap tuhan”
Mytha langsung mengerti dan merasa bersalah atas ucapannya, kenapa ia harus menanyakan pertanyaan bodoh semacam itu dan membuat Ibu Aminah sedih.
“Ya ampun Bu, maafkan saya. Saya tidak bermaksud membuat Ibu sedih.”
“Tidak apa-apa nak Mytha .”
Mytha merangkul pundak Ibu Aminah. Mytha mengajak Ibu Aminah makan bubur ayam . Sembari makan, ia bertanya-tanya tentang kehidupan seorang Ibu Aminah. Ia tercengang ketika ibu aminah berkata, ia harus membiayai sekolah ketiga anaknya, yang masing-masing bersekolah SD, dan SMP. Juga membiayai hidup mereka dan dirinya hanya dari hasil bekerja menyapu jalanan dan memungut sampah, yang gajinya tidak seberapa . Mytha pun lebih tercengang, ketika Ibu Aminah bilang kalau ia sering menanam sebuah tanaman dilahan kosong Jakarta . Menurutnya Jakarta harus kembali hijau. Ia ingin cucu, cicit dan keturunannya nanti menikmati kehijauan jakarta . Memang mulia . Tiba-tiba suatu ide terlintas dipikiran Mytha . Ia ingin Pemerintah memberi penghargaan terhadap Ibu Aminah. Walaupun dia baru mengenal Ibu Aminah, tapi dia bisa merasakan kepedulian Ibu Aminah terhadap lingkungan yang sungguh luar biasa. Karena, jaman sekarang ini jarang sekali ditemukan orang seperti Ibu Aminah. Mytha juga sadar dirinya belum tentu bisa melakukan apa yang dilakukan Bu Aminah.
Esoknya, Mytha mengirim surat kepada Pemerintah. Tiap hari sepulang sekolah ia rajin mengirim terus surat itu sampai mendapatkan balasan nya .
Berhari-hari ia menunggu balasan surat, siang harinya petugas pos datang mengantarkan surat dari Pemerintah yang inti dari isi surat itu berisi, Pemerintah memanggilnya untuk datang ke gedung Pemerintahan untuk menjelaskan lebih rinci . Ia pun segera ke gedung Pemerintah itu dan menjelaskan semuanya . Mytha ingin Pemerintah memberi penghargaan kepada Ibu Aminah. Beberapa orang yang ada didalam gedung itu pun setuju dan akhirnya Pemerintah menyuruh Mytha untuk membawa Ibu Aminah itu ke gedung ini .
“Terima kasih pak, terimakasih banyak.”
Pada pagi harinya, Mytha mencari-cari Ibu Aminah. Ia bertanya ke beberapa orang, tapi mereka tidak mengetahui dimana Ibu Aminah.
“Dimana ibu aminah yah?”
Kedua bola matanya langsung menatap ke arah ujung jalan .
“Bu ! Ibu !” sahutnya, ia segera menghampiri Ibu Aminah tersebut .
“Bu, nanti sehabis pulang sekolah ibu ikut saya yah ?”
“Mau kemana nak Mytha ?”
Mytha tersenyum penuh kebahagiaan .
“Udah, Ibu pokok nya ikut aja yah. Saya tidak bisa menjelaskannya sekarang. Nanti Ibu juga tau.”
Mytha segera berlari memasuki gerbang sekolahnya yang hampir ditutup.
Beberpa jam berlalu dan bel pulang sekolah berbunyi nyaring . Mytha bergegas berlari cepat dan menghampiri Ibu Aminah yang sedang menyapu jalanan .
“Bu, ayo !” Ibu Aminah mengangguk kecil .
Sesampainya digedung pemerintah , Ibu Aminah terus bertanya-tanya kepada Mytha kenapa ia mengajaknya kesini, tapi Mytha tidak ingin menjelaskannya dulu. Mereka pun memasuki pintu . Mytha bertemu para pejabat. Pemerintah segera menjelaskan semuanya kepada Ibu Aminah dan Pemerintah tersebut memberikan sebuah penghargaan berupa uang dan gelar, yaitu “PAHLAWAN LINGKUNGAN” .
Ibu Aminah kaget, tidak menyangka dan tidak percaya . Ia pun segera memeluk tubuh Mytha erat-erat .
“Terimakasih nak mytha. Terima kasih .”
“Iya Bu, Ibu tuh memang berhak mendapatkan semua ini. Semua yang Ibu lakukan sungguh mulia .”
Ibu Aminah meneteskan air mata kebahagiaan, begitu pun Mytha . Mereka berdua saling tersenyum penuh rasa bahagia.



by. arum