Sunday, May 1, 2011

YANG DITINGGALKAN

Namaku Arfa Duaga. Biasa orang memanggilku Ar.
Tiap hari, aku menjalani hari-hari bersama keluarga ku yang lengkap. ada Bapak, Ibu, Kakak, Ade, Nenek dan Kakek. Tapi, Nenek dan Kakek tidak satu rumah dengan ku. Hanya berbeda satu blok dari rumah. Nenek sakit-sakitan dan Kakek dengan setia bersama nya. Tiap pagi, mereka terlihat selalu berduaan pergi kemana pun. Walaupun sudah tua, tetapi bagiku mereka terlihat sangat serasi dan romantis.
“Nek, mau minum air hangat atau air biasa?” tanyaku pada Nenek yang sedang berada dirumahku. “Air hangat aja.” Aku mengangguk dan segera berlari kedapur untuk mengambilkan air hangat untuk nya. Aku kembali membawa segelas penuh air hangat,
“Ini nek, Kakek kemana nek?” tanyaku dengan santai. Nenek meminum air hangat, setelah itu Nenek baru menjawab pertanyaan ku. “Kakek lagi ke Jakarta, mengurus gaji pensiunannya.” Jawab nya ringkas sambil menaruh gelas ke meja yang airnya sisa setengah dari yang tadi ku ambilkan.
Suatu hari, Kakek bilang pada Ibu bahwa Nenek sakit. Ibu segera membawa nenek kerumahku untuk dirawat oleh Ibu. Tapi lambat laun sakit nenekku tak sembuh. Akhirnya, kami membawa Nenek ke rumah sakit. Aku tak tau jelas apa penyakit yang diderita Nenek.
“Bu, Kakek dimana?” tanyaku pada Ibu yang sedang membantu nenek memasuki mobil. “Dirumah Kakek. Nanti pasti akan menyusul ke rumah sakit kok.” Aku pun mengangguk pelan. Nenek dibawa masuk ke mobil dan langsung meluncur ke rumah sakit.

₪₪₪

Setiap hari kami bergantian menjaga nenek di rumah sakit. “Kak, kapan Nenek bisa pulang dari rumah sakit?” Kakakku terdiam dan mencari jawaban untuk menjawab pertanyaan ku tadi. “Gak tau Ar. Mungkin beberapa hari lagi.” Jawab Kak Rahma, Kakak ku yang paling tua. “Oh. Kok dari kemaren aku engga melihat Kakek. Kemana sih?” ucap ku sambil mengambil makanan dari toples yang berisi kacang. “Ada kok. Kakak sering melihatnya. Makanya kamu sering-sering ke rumah sakit dong.”
“Hehe.” Aku pun tercengir malu. Memang aku jarang sekali ke rumah sakit. Karena, aku harus sekolah dan juga mengerjakan tugas-tugas sekolah yang sangat menumpuk. Sebenarnya aku ingin ke rumah sakit. Tapi itulah alasan ku. Banyak sekali kesibukan seperti tugas-tugas praktek dan teori yang guru-guru kasih akhir-akhir ini.

₪₪₪

Pagi-pagi sena sudah menyambar banku yang ada disebelah ku. “Ar, di SD kita akan ada reunian. Lo mau ikut ga?” sergap nya cepat padaku yang sedang mengerjakan PR yang lupa aku kerjakan semalam. Aku satu SD dengan nya dan sekarang aku juga satu SMP dengan dia. “Mm, entar aja deh liat. Emangnya bener reunian? Kafanya ikut ga?”
“Kafanya ikut. Jadi gini, ada perpisahan gitu untuk anak-anak kelas 6 nya. Jadi sekalian aja kita ikut acaranya untuk reunian.”
“Yaudah, gue usahain bisa.” Ucap ku ragu. “Okay.” Sena mengacungkan jempol kiri nya.
Aku pun segera meneruskan mengerjakan PR yang tadi terhenti karena Sena mangajakku bicara. Sena segera berlari keluar. Entah mau kemana anak satu itu. Aku menggelengkan kepala melihat Sena yang sesemangat itu. Mungkin saja dia mengelilingi sekolah untuk membicarakan hal tadi kepada anak-anak alumni SD kita yang satu SMP dengan kita. Aku memang berteman baik dengan Sena dari kelas 1 SMP, dan sampai sekarang sekarang.
Esok paginya, aku bertanya lagi kepada Sena dan Kafanya, “Na, kapan kita mau reuniannnya?” Sina segera mengeluarkan catatan buku dari dalam tas, karena ia menuliskan pelaksanaan acaranya dibuku tersebut. “Lusa. Tanggal 22 Juni 2010 pukul. 07.00” jawabnya lengkap. “Ia, 22 Juni. Tapi kita kan juga ada acara lomba di sekolah. So, bagaimana?” Campur Kafanya. “Kita jangan lama-lama di sekoalah, ngapain juga?! Kita kan ga ikut lomba apa-apa. Ya kan?!” jawab nya dengan nada sedikit urat. “Oh oke, kalau seperti itu.”
“Yaudah.” Sahut ku pelan. Aku merasa ada yang aneh pada tanggal 22 Juni nanti. Tapi, aku tak tau apa. Biarlah, mungkin perasaan ku saja. Tapi, kalau ada sesuatu? Ahg, pikir apa sih diriku?! Okay, hari itu kan hari menyenangkan dimana aku bisa bertemu teman-teman lama dan guru-guru ku yang berjasa. Yap.
Hari berikutnya, aku asyik berbincang-bincang dengan Sena. Kami membicarakan tentang banyak hal.termasuk tentang reunian yang kita bicarakan. “Ar, lo punya kamera bagus ga?” sahut Sena cepat. Kamera ku kurang bagus untuk mengabadikan hal-hal yang menarik. Ucapku dalam hati. Aku pun memikirkan siapa yang punya kamera yang bagus. Lampu ide dikepala ku pun menyala. “Bagaimana kalo HP kakek gue aja? HP beliau jarang dipakai. Kakek hanya menggunakan untuk menelpon saja. Sehari dipinjam tidak masalah kali yah?” ucapku ragu. “Yaudah” sahut Sina setuju. Kapan kira-kira aku bisa meminjam HP kakek? Sedangkan belakangan ini aku tidak melihat kakek. Ntar malam? Yaps, akan aku coba. Aku titip saja pada kak Rahma. Dia kan yang sering ke rumah sakit dan bertemu kakek. Ia benar. Aku tersenyum dalam-salam sambil mengangguk sekali.

₪₪₪

Pulang sekolah, aku segera menghampiri kak Rahma. “Kak, bilangin kakek, aku pinjem HP nya untuk besok ada acara reunian di SD. Ya kak? Please!” rayu ku pada kak Rahma. Kak Rahma pun mengangguk, menandakan persetujuan. “Yes, thanks ya Kak.” Sahutku lantang sambil berlari keluar dengan senyum ku yang melebar di bibi..
Malamnya, Kak Rahma pulang dari rumah sakit sambil membawa HP Kakek yang akan aku pinjam. Kak rahma memberikannya langsung padaku.
“Makasih Kak!” sahutku lantang, sigap dan sergap. Kata kak rahma HP itu jangan sampai hilang. Aku pun mengacungkan jempol ku. “siiiiip..”
Hari ini, hari aku dan teman-temanku reunian SD.
Aku, Sena dan Kafanya disekolah hanya sampai jam setengah delapan. Setelah itu kami berganti baju yang sudah kami bawa untuk persiapan. “Berangkat yuk!” ajakku pada Sena dan Kafanya. Kami segera berangkat. Kami pun meluncur menuju SD menggunakan angkitan umum. Akhirnya, kita pun sampai di SD. Ternyata acaranya sudah mulai sejak tadi. Acaranya sangat ramai. Sampai-sampai aku bingung harus ngapain disini. Aku bersalaman dengan guru-guru dan tak lupa foto-foto pastinya. Ada yang menarik di panggung. Aku segera mengabadikan hal itu. Anak-anak SD yang sedang bervokal grup. Saat ku sedang asyik merekam video, HP kakek yang ku pegang berdering sangat nyaring. Menandakan adanya panggilan masuk. Aku segera memencet tombol hijau.
“Halo?”
“Ar!” aku tersentak kaget , telinga kananku terasa tuli mendadak karena penelpon itu memanggil namaku dengan keras. Membuat telinga ku bergetar. “Ar!” sekali lagi, penelpon itu memanggil namaku, tapi kini dengan isak tangis yang membara. “ini siapa?” tanyaku penasaran. Perasaan ku kini mulai tak enak. Aku mulai berpikiran yang macam-macam. Jantung ku berdetak lebih cepat dari biasa nya. “ini kak Rahma. Kakek meninggal dirumah sakit!” jantung ku kini serasa benar-benar berhenti. Aku tidak percaya. Aku terdiam. Air mataku seketika menetes satu per satu. Tak bisa dihentikan. Sangat deras. Karena aku sayang pada kakek. Kak Rahma menyuruh ku untuk datang kerumah sakit. Karena dia hanya sendiri bersama nenek ku yang terbaring di tempat tidur dan kakek ku yang terbaring seperti nenek tetapi hanya raga dan tanpa nyawa. Panggilan telpon kak rahma akhirnya berakhir.
“Ar? Ada apa?”
“Kakek gue meninggal Sena, Kafanya.”
“Hah!? Kok bisa?”
Hp sena tiba-tiba berdering. Ternyata ada panggilan masuk. Sena segera menjawab nya. “Sen?? Kakek si Ar meninggal dan Ibu nya dirumah nangis terus, Ar suruh pulang segera!”
Suara itu cepat sekali, tak ada titik tak ada koma. Sena menutup telpon nya dan mengatakan itu padaku. Aku segera memanggil ojek dan meluncur ke rumah bersama Sena yang menemaniku, sedangkan Kafanya tidak bisa ikut karena ada kepentingan lain.
Dirumah Ibu menceritakan semua. Semula kakek sehabis pergi keluar, lalu beliau segera masuk kamar rawat nenek. Kebetulan disana ada dua tempat tidur, yang satu ditempati oleh nenek dan yang satu kosong. Kakek langsung tidur ditempat yang kosong tersebut. Ketika itu suster masuk dan suster membangunkan Kakek tapi tak bangun, suster lalu menggocang-goncangkan tubuh Kakek, tapi Kakek tetap saja tidak membangunkan diri dan ternyata nadi dan nafasnya telah terhenti sekitar pukul setengan sebelas. Mendengar cerita Ibu ku, tangis ku tambah membludak dan menjadi-jadi. Begitu juga orang-orang yang berada dirumah untuk menenangi Ibu dan diriku yang tak sanggup lagi menahan kesedihan dan tangis. Aku berpikir, kini aku tidak akan bertemu kakek untuk selamanya. Padahal tahun ini kakek dan nenek akan pergi ke tanah suci untuk beribadah dan mendekatkan dan bahkan lebih dekat pada ALLAH SWT. Tapi kini, hanyalah angan-angan.

₪₪₪


Kakek akhirnya dikubur sedikit jauh dari kediaman ku. Apa memang sudah pertanda, dari kemarin-kemarin aku tak melihat Kakek dan aku selalu bertanya-tanya pada orang-orang yang ada sekitarku, tapi mereka menjawab,Ada . itu yang mereka lontarkan. Tapi sekarang, aku benar-benar merasakan Kakek tidak ada dan tidak akan ada lagi bersama kami. Raga nya memang tak akan ada disini, tapi Kakek tetap ada dihati kami. Kami hanya bisa mengikhlasan dan mengirimkan doa untuknya. Mungkin kakek bisa mengikhlaskan kami semua asal kami juga ikhlas ditinggalkan oleh nya. Tanah dipemakaman kakek dijatuhkan kedalam lubang, tempat kakek yang baru. Seluruh tubuh kakek sudah tak terlihat. Kami mencoba mengikhlas kan walau berat. Aku dan semua yang berada di pemakaman hanya bisa mengirimkan doa untuk nya. Juga agar beliau ikhlas meninggalkan kami semua yang menyayangi dan merindukannya sampai hari ini dan sampai kapan pun.

No comments:

Post a Comment