Monday, May 30, 2011

sahabat jane

Aku menarik kursi yang ada disampingku sambil menjatuhkan tubuhku diatasnya. Hari yang sangat melelahkan. Berlari dari rumah hingga sampai didepan gerbang sekolah yang sudah tertutup rapat. Karena keterlambatan ku, aku dihukum untuk membersihkan taman sekolah. Tapi, bukan hanya aku yang juga terlambat, untungnya rangga teman sekelasku bernasib sama. Jadi, ada teman. Hehe. Setelah kami melakukan tugas hukuman yang diberikan pak anwar, kami dipersilahkan untuk masuk kelas. Ternyata guru yang harusnya mengajar dikelas ku belum datang.
“jane, kau terlambat lagi? hahaha” sahut temanku melan sambil mentertawaiku. Aku memasang muka jengkel dan aku mengeluarkan jurus jutek ku. Aku menatap teman-temanku satu persatu. Terutama melan. Sampai akhirnya mereka berhenti mentertawaiku. Benar-benar hari sial ku.
“ayo ra, kita panggil bu rina. Masa kita nggak belajar sih.” Rara mengangguk. Rara adalah teman baik ku. Aku sudah berteman dengan nya sejak masuk SMP sampai sekarang. Dan, saat kita sampai diruang guru, aku dan rara tidak melihat batang hidung bu rina sama sekali. Kita memutuskan untuk kembali ke kelas. “bagaimana bisa guru-guru banyak yang tidak masuk. Padahal, kita sudah kelas 9 yang seharusnya belajarnya lebih intensif.” Gerutuku sambil berjalan menuju kelas. Rara tidak merespon ucapan ku. Tambah jengkel saja hari ini.
Saat aku dan rara sampai di depan kelas, anak-anak sedang ramai dan berkumpul di pojokan ruang kelas. Entah ada apa. Aku segera berlari. “hei! Ada apa ini?!” teriakku ketika aku melihat rangga dipukulin oleh anak-anak yang terkenal badung. Aku segera menjauhkan rangga dari mereka semua. Kubawa rangga ke UKS. Dia menceritakan semuanya.
“mm, awalnya aku hanya ingin membela kamu saja jane.”
“loh? Membela aku?” tanya ku bingung.
“mm. mm. iaa, setelah kamu keluar dari kelas, mereka semua mengatai-ngatai mu. Terus, andhika si anak badung juga teman-temannnya malahan memukuli ku karena aku membela kamu. Aku sangat bingung dengan mereka.” Jawabnya.
Aku jadi merasa tidak enak dengan rangga. Saat bel sekolah berbunyi menandakan waktu istirahat, aku meminta izin kepada guru yang sedang piket untuk mengantarkan rangga pulang kerumahnya. Rangga bilang padaku, bahwa badannya sedang tidak enak. Jadi aku berniat untuk mengantarnya pulang. Aku juga takut itu akibat ia dipukulin karena telah membela ku.
Rangga anak cowo yang pandai. Tapi pendiam dan tdak macam-macam. Aku suka membelanya jika ia sedang diganggu oleh anak-anak badung yang tidak punya perasaan itu. Maklum saja, aku rada sedikit tomboy. Hehe.
***
Aku berjalan menelusuri trotoar bersama rara. Kami melihat melan sedang bersama dua orang lelaki berbadan kekar. Aku tidak tau mereka siapa. kami pun melanjutkan perjalanan. langkahku dan rara terhenti saat kami mendengar teriakan melan dari arah tadi. Kami menoleh ke belakang, dan ternyata benar suara dari melan. Aku segera berlari, diikuti dengan rara. Tak segan aku memukuli dan menghajar dua orang berbadan kekar yang mengganggu melan. Tangan ku menyergap wajah si gundul berbadan besar dan yang satu lagi ku tendang dengan kaki kanan ku. Rara dan melan membantu memukuli mereka dengan tas juga kayu yang didapat melan entah dari mana. Akhirnya kedua orang itu pergi ketika kerumunan orang datang menghampiri kami. Dua orang itu pergi sesudah kuberi kenang-kenangan berupa bekas gigitan ditangannya. Haha. Huft!
Aku terkjut ketika orang-orang bertepuk tangan dan memuji diriku. Aku jadi sangat malu. Pipiku memerah. Melan menghampiriku.
“thanks banget yah jane. Mm, maaf yah soal tadi pagi. Guu.. gue udah ngetawain lo gara-gara lo terlambat. Maaf yah jane. Gue jadi nggak enak sama lo.” Ucapnya. Aku mengangguk dan tersenyum.
Esoknya, aku, rara dan melan mulai dekat. Kami pergi ke kantin dan perpustakaan bersama. Yap. Senang pastinya punya sahabat baru.
“eh, mau belajar bareng nggak sehabis pulang sekolah ini?” tanyaku pada mereka. “mm, boleh-boleh deh. Lagipula gue nggak ada les hari ini.” Jawab melan.
“gueeee.. mm, bisa deh kayanya.” Tambah rara.
“lama banget ra, mikirnya. Haha. Yaudah, dirumah gue yah.”
***
Sepulang sekolah aku dan para sahabat-sahabatku berjalan menuju rumahku yang lumayan jauh dari sekolah. Ya, kalo bersama-sama berjalan kaki nggak kerasa capenya. Bahkan seru. Namun, langkah kita berhenti ketika melihat andhika lewat dihadapan kita mengendarai motornya dengan sangat kencang.
“heuh! Anak bangor!” sahutku sewot. Sahabat-sahabatku hanya mentertawakanku. Emangnya aku lucu. Padahal aku kan marah.
Tiba-tiba kulihat andhika dan motornya menabrak mobil yang sedang berhenti karena lampu merah. Aku segera berlari diikuti dengan sahabat-sahabatku. Andhika terlihat tak sadarkan diri. Aku bingung harus melakukan apa. Mm, akupun nekat saja mengetuk-ngetuk kaca mobil pengguna jalan untuk membantuku membawa andhika kerumah sakit. Dan akhirnya ada orang yang mau membantu kami. Ketika sampai dirumah sakit, aku menghubungi teman-teman andhika. Dia pun belum sadar didalam ruang UGD. Walaupun aku musuhnya, tapi aku masih ada rasa kasihan dan sedikit khawatir dengan keadaannya. Tidak beberapa lama dokter keluar.
“kamu yang menolong andhika dek?” tanya dokter padaku. Aku mengangguk sedikit ragu. “andhika sudah sadar dan dia ingin bertemu dengan orang yang menolongnya. Tapi, harap pelan-pelan yah dek bicaranya. Karena dia masih sedikit trauma.” Tambahnya lagi.
Andhika ingin bertemu denganku? Aduh enggak deh. Aku nggak mau dibilang sebagai dewa penyelamat. Tapi bisa aja andhika akan kecewa kalau ternyata yang menolongnya dari kecelakaan adalah aku. Tapi, yaudah aku akan menemuinya. Aku membuka perlahan pintu ruangan dan andhika menoleh.
“mau ngapain lo disini? Lo mau ngetawain gue?” ucapnya. Ucapannya membuatku sedikit kesal. “heh! Malah diem lagi. Ngapain lo disini?” tanyanya lagi. “gue yang menolong lo dari kecelakaan tadi! Bukannya terimakasih malah nuduh-nuduh gue! Heuh!” sewotku padanya. Emosiku membludak. Habisnya, nggak tau berterimakasih banget dia. Kalo engga tau seenggaknya ngomong dan nanya baik-baik sama gue apa maksud gue kesini. Bukan malah menuduh gue ingin mentertawakan dia! Aku segera pergi dari tempat itu, keluar dari pintu. aku berjalan dengan kesalnya. Tiba-tiba..
“jane! Tunggu!” aku menoleh ke arah belakang. Ternyata andhika berjalan menuju tempatku berdiri. Ia terlihat berjalan memegangi kepalanya. Aku sedikit tidak tega.
“gue mau minta maaf sama lo. Dan gue ingin bilang terimakasih sama lo udah menolong gue.” Ucapnya lembut. Aku jadi merasa tak enak dengannya. Akupun mengangguk dan melemparkan senyum padanya. Andhika mebalasnya. Melihat keadaan andhika yang masih belum pulih benar, aku mengantarkanya keruangan rawat tadi.

2 comments:

  1. Ini dah selese ya Rum? Ga ada lanjutannya?
    O iy follow blog gw juga donk hehe :D

    ReplyDelete
  2. iya yan segini doang, agak ngegantung yah? wkwk

    ReplyDelete